08 November 2010

Merapi Dengan Jadah Tempenya




Makanan ini bernama jadah tempe, suatu panganan tradisional yang menjadi ikon kawasan lereng Gunung Merapi, daerah Kaliurang, Sleman, DIY.
Jadah tempe perupakan makanan khas yang terdiri dari dua penganan, yakni jadah dan tempe. Jadah terbuat terbuat dari ketan, sedangkan tempe merupakan penganan tempe dari kedelai pada umumnya disajikan dengan cara dibacem.

Dalam penyajiannya, jadah tempe disuguhkan secara bersamaan. Penganan ini akan
nikmat jika dimakan secara bersamaan. Rasa gurih dari jadah akan berpadu dengan rasa manis ala tempe bacem.
Salah satu tempat di kawasan Kaliurang yang menjadi jujukan para wisatawan untuk menikmati menu ini adalah warung jadah tempe Mbah Carik I yang terletak di Jalan Astamulya Kaliurang. Konon, dari warung sederhana inilah makanan jadah tempe bermula.

Ceritanya, nama Mbah Carik ini merupakan pemberian oleh Kasultanan Yogyakarta. Kala itu, sekitar tahun 50-an, puluhan pedagang jadah tempe menjajakan dagangannya di areal parkir Tlogo Putri, salah satu kawasan wisata di Kaliurang.
Pada waktu itu, mereka masih berjualan di gubuk-gubuk atau lapak yang tidak ada namanya. Salah satu penjualnya ialah seorang wanita paruh baya yang bernama Mbah Sastrodinomo. Ketika Sri Sultan HB IX berkunjung ke Kaliurang, beliau langsung kepincu
t dengan makanan ini. Sultan pun mencicipinya di warung Mbah Sastrodinomo ini dan merasa ketagihan.
Sekembalinya ke Kraton Yogyakarta, Sultan mengutus salah seorang abdi dalem untuk kembali ke Kaliurang. Satu tujuannya, yakni untuk menemui penjual jadah tempe tersebut dan memberikan nama atau label warungnya supaya mudah diingat ketika sewaktu-waktu Ngarsa Dalem menginginkan jadah tempe.
Seorang Abdi Dalem pun mengusulkan agar warung milik Mbah Sastrodinomo diberikan
nama Mbah Carik, karena kebetulan suami Mbah Sastrodinomo saat itu menjabat sebagai seorang Carik Pakem. Sejak saat itulah nama Mbah Carik dipakai Mbah Sastrodinomo sebagai nama warungnya hingga saat ini.

Sastrodinomo sendiri memiliki tujuh orang anak. Namun hanya satu yang mau meneruskan usahanya sebagai penjual jadah tempe, yakni Sukadimah Wirosartino. Saat ini putra Sastrodimono, pencetus warung jadah tempe Mbah Carik ini, tinggal di Jalan Astamulya Kaliurang sekaligus membuka warung jadah tempe Mbah Carik yang diteruskan oleh salah seorang putrinya, Idha Kurniasih.
"Ibu saya, Sukadimah, sampai sekarang masih tinggal disini bersama warung jadah tempe yang sekarang saya lanjutkan. Kakak saya, Sugeng, juga
membuka warung jadah tempe dengan nama yang sama, namun tempatnya bukan di Jalan Astamulya ini," tutur cucu pencetus warung jadah tempe Mbah Carik.
Kini, warung jadah tempe sudah menjamur di seantero penjuru kawasan wisata Kaliurang dan warung jadah tempe Mbah Carik menjadi salah satu pelestari makanan traditional ini.
Sebagai pelestari makanan traditional, warung jadah tempe Mbah Carik pun berupaya untuk mengangkat makanan traditonal lainnya. Yakni tahu bacem, wajik, ampyang serta nasi pecel. Jadi tak heran, jika banyak menu yang disajikan selain menu utama jadah tempe.

Munurut Idha, kunci cita rasa jadah tempe Mbah Carik terletak pada tempe bacem yang disuguhkannya. Dengan resep turun temurun, Mbah Carik mampu menyuguhkan tempe bacem pada jadah tempe sehingga membuat siapa yang pertama menikmatinya akan menjadi ketagihan.
"Tempe sengaja kami bacem sejak sore hingga pagi hari, kemudian baru kami goreng. Sehingga baceman tempe bisa meresap sedalam-dalamnya. Kemudian dalam 1 kg ketan kami campurkan dengan 2 buah kelapa, sehingga gurihnya juga bercampur dengan aroma," jelas Idha.
Dihari biasa, Idha mengaku bisa menghabiskan 5-10 kg beras ketan, dimana tiap kilogramnya bisa menghasilkan 6 porsi. Sementara di hari libur, seperti hari Minggu atau hari libur nasional, warungnya bisa menghabiskan 50 kg beras ketan. Harga untuk satu porsi atau sepuluh biji jadah tempe pun hanya dipatok Rp 10 ribu rupiah saja.

0 komentar :

Posting Komentar

© Semua Tentang Dunia , AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena